Hari ini hujan. Bukan gerimis, bukan pula hujan lebat. Berlapis-lapis
awan kelabu yg menggantungi langit terurai
perlahan menjadi rintik-rintik air yg menimpa bumi. Mencipta melodi ritmik 4/4
yg indah didengar.
Entah sudah berapa lama aku terdiam di balik kaca etalase toko ini. Memandang sesosok
di balik rinai hujan, di seberang jalan sana. Yang terduduk diam, seakan dengan
khidmat menikmati setiap tetes air hasil kondensasi awan kumulonimbus berlapis
ini. Sendirian, hanya ditemani oleh sebuah payung biru terlipat, dan hujan.
Pandanganku yg dikaburkan dengan hujan dan diperparah dengan
minus tak menghalangi hati ini untuk menikmati keindahan ini. sosokmu diantara
remang rinai hujan serta cahaya lampu jalan yg dipantulkan setiap tetesan air
yg melekat di balik kaca. Sosokmu menyatu dengan segala gemerlap cahaya dan
tetesan air, menjadikanmu bagai seorang suci yg tengah turun dari langit,
menebarkan segala keindahan di muka bumi.
Dan waktu diantara kita seakan melambat. Sedang segala di
sekitar kita dipercepat. Mencipta satu dimensi tersendiri, yang hanya ada kau,
aku, serta tetesan hujan dan remang cahaya lampu yg memperindah segalanya. Kau
di sana, diam memandang keindahan hujan. Dan aku di sini, diam memandang
keindahanmu.
Tiba-tiba pandanganmu
tertoleh. Matamu berbinar, kedua sisi bibirmu menjauh menyunggingkan senyum.
Tertegak dari dudukmu, tubuhmu berputar. Menyambut sosoknya yg menghampirimu.
Hingga kalian berdiri berhadapan, kemudian mulai berjalan bersama di bawah
payung biru yg kini terkembang. Tanpa kata, hanya saling bertukar senyuman. Tak
bersentuhan, hanya bersisian. Mencipta sebuah dunia baru di bawah payung biru
yang hanya ada kau, dia, dan satu inci udara di antara kalian.
Dunia yang hanya bisa kupandang dari balik kaca etalase toko
seberang jalan.